Oleh: Stefanus Satu, S.Pd*
Ulasan tentang gerakan
sekolah menyenangkan ( GSM ) memang menyenangkan. Apalagi kalau pembahasnya
merupakan orang internal sekolah dan menjadi pelaku langsung gerakan sekolah
menyenangkan itu.
Kali ini saya hadir
dengan tema yang sama yaitu Gerakan Sekolah Menyenangkan tapi dari sisi pelaku
( actor ) yang berbeda. Pada tulisan
sebelumnya focus pembahasan pada peran guru dalam mewujudkan sekolah menyenangkan.
Namun kali ini saya memberikan perimbangan ( balance ) terhadap apa yang mesti
dibuat guru dan apa yang dibuat oleh managemen sekolah ( Kepala Sekolah ) dalam
gerakan sekolah menyenangkan.
Saat ini memang Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) umumnya
dan SMK Pusat Keunggulan (SMK-PK) khususnya, bahkan tidak hanya SMK tetapi lembaga
pendidikan dari tingkat TK/Paud sampai Perguruan tinggi didorong oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan
Teknologi (KemendikbudRistek) untuk menjadi SMK yang menyenangkan.
Sekolah diasosiasikan atau diidentikkan dengan “rumah” yang setiap saat pemilik
rumah menaburkan kasih dan saying antara satu dengan yang lain. Ada rasa damai,
bangga, senang dan bahagia memiliki rumah ( sense of belonging ).
Mewujudkan Idealisme Sekolah Menyenangkan
memang membutuhkan sinerjitas semua sumber daya
dan stakeholder sekolah. Tanpa ada sinerjitas dari semua pemangku
kepentingan sekolah, idealisme mewujudkan sekolah menyenangkan menjadi hampa
dan nihil. Pada titik ini kemampuan manajerial seorang kepala sekolah menjadi
garansi. Kemampuan manajerial seorang kepala sekolah untuk memadukan semua
gagasan dan tindakan menuju satu titik pandang yaitu menjadi sekolah yang
menyenangkan sangat dibutuhkan.
Pertanyaannya adalah
dimanakah peran manajemen sekolah ( Kepala Sekolah dan Unsur Pimpinan lain ) yang dapat dimainkan dalam mewujudkan Sekolah
Menyenangkan. Menurut saya peran yang dapat lakoni oleh manajemen sekolah
adalah bagaimana melahirkan keputusan teknis yang dapat dikonritkan. Keputusan
teknis ini tidak mesti seperti yang dilakoni oleh pihak pengambil keputusan (
decision maker ) pada pemerintahan. Tetapi sejauhmana keputusan teknis itu dapat diimplementasikan dan
memberikan manfaat bagi semua pemangku kepentingan sekolah secara khusus bagi
peserta didik. Pemberian rasa manfaat yang tinggi bagi peserta didik akan
menjadi pencitraan untuk sekolah bahawa “sekolahku adalah rumahku” dan “rumahku
adalah rumah atau taman belajar”.
Beberapa keputusan teknis
dan bahkan menjadi kegiatan sekolah dalam mewujudkan gerakan sekolah
menyenangkan adalah sebagai berikut.
Pertama, melengkapi
sarana sekolah dimana peserta didik memiliki akses di dalamnya. Sebagai contoh
memperbanyak spot belajar penunjang perpustakaan sekolah adalah keputusan kecil
tapi bermanfaat. Apalagi kalau sekolah memiliki lokasi yang sangat luas dan
perpustakaan sekolah berada pada titik terjauh yang membuat sangat sulit bagi
peserta didik untuk mendapatkan mafaat dari perpustakaan. Penyediaan spot-spot
belajar seperti ini menjadi solusi bagi sekolah sekolah yang persediaan buku
pembelajaran misalnya, belum memenuhi standar seperti yang diisyaratkan
pemerintah yaitu satu buku untuk satu orang peserta didik. Disamping itu
tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan literasi membaca peserta didik.
Membuka ruang-ruang penghubung antar gedung sekolah, melengkapi fasilitas
pembelajaran ruang teori, ruang praktek
, membangun pagar lingkungan sekolah dengan pagar permanen adalah juga
merupakan bagian dari upaya menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang
menyenangkan.
Kedua, menawarkan
kegiatan ekstrakurikuler yang semakin banyak kepada peserta didik, tentu juga
dipandang sebagai upaya membuat siswa semakin merasa senang dan betah di
sekolah. Kegiatan ekstra seperti olahraga ( bola sepak, bola volley, futsal,
takraw, basket sangat baik untuk dilaksanakan di sekolah. Kegiatan ekstra
pramuka, debat, majalah dinding, seni , melaksanakan kegiatan OSIS, selain untuk
menumbuhkan rasa senang, bangga dan cinta akan almamaternya, juga sebagai sarana pengembangan
dan penguatan profil pelajar Pancasila, yaitu beriman dan bertagwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan Berakhlak mulia, Berkebinekaan Global, Bergotong Royong,
Kreatif, Bernalar kritis, dan mandiri.
Ketiga, mengubah tampilan
fisik gedung sekolah akan memunculkan kesan suasana baru. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara melakukan rehab gedung yang rusak, mengecat seng atap
atau mengganti dengan yang baru, mengecat tembok ruang kelas atau ruang yang
lainnya.
Keempat, mewujudkan
sekolah hijau dan rindang. Labuan Bajo termasuk kota yang sangat panas. Udara
yang panas akan berpengaruh terhadap konsentrasi pelaksanaan pembelajaran dalam
ruangan kelas. Untuk mengatasi masalah ini maka perlu diterapkan kebijakan
lingkunagan sekolah yang hijau dan rindang. Sekolah yang hijau dan rindang
adalah sekolah yang sejuk, udara sehat dan segar. Sekolah yang sejuk dan segar
hanya dapat terwujud jika semua unsur akademika sekolah terlibat dan
berpartiipasi aktif dalam mengupayakan sekolah hijau dan rindang. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara menanam dan memlihara pohon di dalam lingkungan sekolah,
menanam bunga baik langsung di tanah maupun di pot ( dalam ruangan maupun di
luar ruangan )
Kelima, mewujudkan
sekolah sehat. Penilaian yang pertama yang diberikan orang ketika datang ke
sekolah adalah soal kesehatan lingkungan sekolah. Sekolah yang sehat
ditunjukkan oleh sekolah yang bersih. Sekolah yang bersih merefleksikan
pribadi-pribadi dalam sekolah adalah orang yang memahami, berkesadaran dan selalu berprilaku sehat. Untuk mewujutkan
sekolah sehat dibutuhkan kemampuan
manajemen kepala sekolah untuk merencanakan, mengorganisir semua sember daya (
men, money dan materials ) dan
melaksanakan program kerja yang terkait dengan upaya mewujudkan sekolah sehat.
Melaksanakan bakti dan kebersihan bersama di lingkungan sekolah secara
terjadwal, menyiapkan tempat-tempat sampah yang cukup. Mendorong semua pihak
mulai kepala sekolah, guru, pegawai dan siswa untuk peduli dan inisiatif
tinggi untuk menjaga kebersihan
lingkungan sekolah melalui memungut sampah dan tidak membuang sampah di sembarang
tempat. Menyediakan fasilitas cuci tangan, menjaga dan mempertahankan
kebersihan jamban siswa dan guru, melengkapi fasilitas Usaha Kesehatan Sekolah
dan memperbanyak tulisan yang bersihat mengajak dan himbauan untuk menjaga
kesehatan sekolah.
Keenam, sekolah bebas
dari perundungan ( bulying ) Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata perundungan adalah proses, cara,
perbuatan merundung yang dapat diartikan sebagai seseorang yang menggunakan
kekuatan untuk menyakiti atau mengintimidasi orang-orang yang lebih lemah
darinya. Biasanya dengan memaksanya untuk melakukan apa yang diinginkan oleh
pelaku dengan berbagai macam alasan, seperti supaya dianggap berkuasa, tidak
memiliki perhatian dari orang sekitar, pernah jadi korban bulying, dll.
Bulying banyak terjadi di sekolah. Akibat dari adanya perundungan ini
secara fisik bisa luka dan bahkan meninggal. Secara mental siswa korban bulying bisa mengakibatkan minder, tidak
peraya diri, suka menyendiri, spirit belajar rendah, stress dan trauma.
Terhadap persoalan bulying ini sekolah perlu dan terus melakukan
kampenye anti perundungan kepada siswa, membentuk kelompok siswa duta anti
perundungan, menerapkan budaya senyum, sapa, salam ( 3 S ), menerapkan
peraturan dan melakukan pengawasan secara ketat terhadap pelaksanaan peraturan
kesiswaan serta meningkatkan pendampingan dan pembimbingan terhadap siswa.
Dengan mengasumsi sekolah menerapkan beberapa hal di atas, maka dapat
dipercaya bahwa sekolah betul-betul terasa seperti rumah sendiri dengan suasan
yang nyaman, bahagia, dan menyenangkan. Sekolahku
adalah Rumahku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar